"Maka tubuhku ditarik dan menindihnya. Dasar belum punya pengalaman sedikitpun dengan wanita. Kendati telah menindihnya, penisku tak kunjung dapat menerobos lubang kenikmatan aku kostku. Untung Dia cukup telaten. Dibimbingnya penisku dan diarahkannya tepat di lubang vaginanya."
****
Pagi itu aku tengah sibuk membenahi kamarku. Sebuah kamar kontrakan yang baru kutempati sejak sebulan lalu. Maklum, kamar berukuran 3×4 meter itu berdinding papan dan terletak di bagian belakang rumah bersebelahan dengan kamar mandi. Apalagi papannya sudah banyak yang renggang dan berlubang hingga bila malam tiba, angin menerobos masuk dan menebarkan hawa dingin menusuk tulang. Hanya bagiku, mendapatkan kamar kost dengan kondisi seperti itu pun merupakan anugerah tersendiri.
Sebelumnya aku nyaris patah semangat ketika mendapati harga sewaan kamar
yang rata-rata sangat mahal dan tak terjangkau di kota tempatku kuliah
di sebuah PTN. Hingga ketika Bu Halimah pemilik warung makan sederhana
menawariku untuk tinggal di tempatnya dengan harga sewa yang murah aku
langsung menyetujuinya.
Oh ya, Bu Halimah, ibu kostku itu adalah seorang janda berusia sekitar
45 tahun. Sejak kematian suaminya tujuh tahun lalu, ia tinggal bersama
putri tunggalnya Nastiti. Ia masih sekolah, kelas dua di sebuah SMTA di
kota itu. Mereka hidup dari usaha warung makan sederhana yang dikelola
Bu Halimah dibantu Yu Narsih, seorang wanita tetangganya. Yu Narsih
hanya membantu di rumah itu sejak pagi hingga petang setelah warung
makan ditutup. Pembawaan keseharian Bu Halimah tampak sangat santun. Ia
selalu mengenakan busana terusan panjang terutama bila tampil di luar
rumah atau sedang melayani pembeli di warungnya. Hingga kendati
berstatus janda dengan wajah lumayan cantik, tak ada laki-laki yang
berani iseng atau menggoda. “Ada memang laki-laki yang meminta ibu untuk
menjadi istrinya. Tetapi ibu hanya ingin membesarkan Nastiti sampai ia
berumah tangga. Apalagi sangat sulit mencari pengganti laki-laki seperti
ayah Nastiti almarhum,” katanya suatu ketika aku berkesempatan
berbincang dengannya di suatu kesempatan.
Di tengah kesibukanku memperbaiki dinding kamar, tiba-tiba kudengar
suara pintu kamar mandi dibuka. Lalu tak lama berselang kudengar suara
pancaran air yang menyemprot kencang dari kamar mandi. Padahal di sana
tidak ada kran air yang memungkinkan menimbulkan bunyi serupa. Maka
seiring dengan rasa ingin tahu yang muncul tiba-tiba, aku segera mencari
celah lubang di dinding yang bersebelahan dengan kamar mandi untuk bisa
mengintipnya. Ah, ternyata yang ada di kamar mandi adalah Bu Halimah.
Wanita itu tengah kencing sambil berjongkok. Mungkin ia sangat kebelet
kencing hingga begitu berjongkok semprotan air yang keluar dari
kemaluannya menimbulkan suara berdesir yang cukup kencang sampai ke
telingaku. Aku jadi tersenyum simpul melihat kenyataan itu. Tadinya aku
tidak berniat melanjutkan untuk mengintip. Namun ketika sempat kulihat
pantat besar Bu Halimah yang membulat, naluriku sebagai laki-laki dewasa
jadi terpikat. Posisi jongkok Bu Halimah memang membelakangiku. Namun
karena ia menarik tinggi-tinggi daster yang dikenakannya, aku dapat
melihat pantat dan pinggulnya.
Ah, wanita berkulit kuning itu ternyata belum banyak kehilangan daya
pikatnya sebagai wanita. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk terus
mengintip, melihat adegan lanjutan yang dilakukan ibu kostku di kamar
mandi yang ternyata membuat tubuhku panas dingin dibuatnya. Betapa
tidak, setelah selesai kencing, Bu Halimah langsung mencopot dasternya
untuk digantungkannya pada sebuah tempat gantungan yang tersedia. Tampak
ia telanjang bulat karena dibalik dasternya ia tidak mengenakan celana
dalam maupun kutangnya. Jadilah aku bisa menikmati seluruh keindahan
lekuk-liku tubuhnya. Bongkahan pantatnya tampak sangat besar kendati
bentuknya telah agak menggantung. Sepasang buah dadanya yang juga sudah
agak menggantung, ukurannya juga tergolong besar dengan dihiasi sepasang
pentilnya yang mencuat dan berwarna kecoklatan.
Namun yang membuatku kian panas dingin adalah adegan lanjutan yang
dilakukannya setelah ia mulai mengguyur air dan menyabuni tubuhnya.
Sebab setelah hampir sekujur tubuhnya dibaluri busa sabun mandi, ia
cukup lama memainkan kedua tangannya di kedua susu-susunya.
Meremas-remas dan sesekali memilin puting-putingnya. Sepertinya ia
tengah berusaha membangkitkan dan memuasi birahinya oleh dirinya
sendiri. Lalu, dengan satu tangan yang masih menggerayang dan meremas di
buah dadanya, satu tangannya yang lain menelusur ke selangkangannya dan
berhenti di kemaluannya yang membukit. Kemaluan yang hanya sedikit
ditumbuhi bulu rambut itu, berkali-kali diusap-usapnya dan akhirnya
salah satu jarinya menerobos ke celahnya. Ah, ia juga mengeluar-masukkan
jarinya ke liang kenikmatannya. Bahkan seperti tidak puas dengan satu
jari tengah tangannya, jari telunjuknya pun ikut dimasukannya. Hingga
akhirnya kedua jarinya yang digunakan untuk mencolok-colok vaginanya.
Aku yakin Bu Halimah melakukan semua itu sambil membayangkan bahwa yang
mencolok-colok liang kenikmatannya adalah penis seorang laki-laki.
Terbukti ia melakukan sambil merem-melek dan mendesah. Membuktikan bahwa
ia mendapatkan kenikmatan atas yang tengah dilakukannya. Disodori
pertunjukkan panas yang diperagakan ibu kostku, aku kian tak tahan.
Kukeluarkan kemaluanku yang telah ikut mengeras dari celana setelah
membuka risleting. Kuremas-remas sendiri penisku sambil membayangkan
menyetubuhinya yang tengah bermasturbrasi.
Akhirnya, ketika tubuhnya terlihat mengejang, karena menahan birahi yang
tak terbendung dan seiring dengan datangnya puncak kenikmatan yang
didambakan, aku pun kian kencang meremas dan mengocok kemaluanku sambil
terus memelototi tingkah polahnya. Dan tubuhku ikut mengejang dan
melemas ketika dari ujung penisku memuntahkan mani yang menyembur cukup
banyak. Dia tampak kaget dan mencoba mencari sesuatu di dinding kamar
mandi yang berbatasan dengan kamarku. Mungkin ia sempat mendengar
erangan lirih suaraku yang tak sadar sempat kukeluarkan saat mendapatkan
orgasme. Namun karena aku segera menjauh dari dinding, ia tak sempat
memergokiku. Tetapi,… ah.. entahlah.
Hanya sejak saat itu aku sering mencari kesempatan untuk mengintipnya
saat ia mandi. Bahkan juga mengintip ke kamarnya saat ia tidur. Kamar
Dia memang bersebelahan dengan kamarku. Rupanya, untuk memenuhi
kebutuhan biologisnya, selama ini wanita itu mendapatkannya dari
bermasturbrasi. Hingga aku sering memergoki ia melakukannya di kamarnya.
Dan seperti Dia, setiap aku mendapatkan kesempatan untuk melihat
ketelanjangannya, selalu aku melanjutkan dengan mengocok sendiri
kemaluanku. Tentu saja sambil membayangkan menyetubuhi ibu kostku itu.
Sampai akhirnya, mengintip ibu kostku merupakan acara rutin di setiap
kesempatan seiring dengan gairah birahiku yang kian menggelegak.
Sampai suatu malam, setelah sekitar enam bulan tinggal di rumahnya, aku
bermaksud keluar kamar untuk menonton televisi di ruang tamu. Maklum
sejak sore aku terus berkutat dengan diktat dan buku-buku untuk tugas
pembuatan paper salah satu mata kuliah. Namun yang kutemukan di ruang
tamu membuatku sangat terpana. Televisi 17 inchi yang ada memang masih
menyala dan tengah menyiarkan satu acara infotainment dan disetel dengan
volume cukup keras. Namun satu-satunya penonton yang ada, yakni Dia,
tampak tertidur pulas. Ia tidur dengan menyelonjorkan kaki di sofa,
sementara daster yang dikenakannya tersingkap cukup lebar hingga kedua
kaki sampai ke pahanya nampak menyembul terbuka. Biasanya aku akan
membangunkan dan megingatkannya untuk tidur di kamarnya bila memergoki
ibu kostku tertidur di ruang tamu. Tetapi itu tidak kulakukan, sayang
kalau pemandangan yang menggairahkan sampai terlewatkan.
Ketika aku mendekat, tubuh wanita itu menggeliat dan posisi kakinya kian
terbuka hingga mengundangku untuk melihatnya lebih mendekat. Berjongkok
di antara kedua kakinya. Kini bukan hanya paha mulusnya yang dapat
kunikmati. Aku juga dapat melihat organ miliknya yang paling rahasia
karena ia tidak mengenakan celana dalam. Bibir luar kemaluannya terlihat
coklat kehitaman dan nampak berkerut. Pertanda kemaluannya sering
diterobos alat kejantanan pria. Sementara di celahnya, di bagian atas,
tampak kelentitnya yang sebesar biji jagung terlihat mencuat. Melihat
ketelanjangan tubuh ibu kostku sebenarnya telah cukup sering kulakukan
saat mengintip. Namun melihatnya dari jarak yang cukup dekat baru kali
itu kulakukan. Degup jantungku jadi terpacu, sementara penisku langsung
menegang. Aku nyaris mengulurkan tanganku untuk mengusap vaginanya untuk
merasakan lembutnya bulu-bulu halus yang tumbuh di sana atau merasakan
hangatnya celah lubang kenikmatan itu.
Tetapi takut resiko yang harus kutanggung bila ia terbangun dan tidak
menyukai ulahku, aku urungkan niatku tersebut. Dan tak tahan terpanggang
oleh gairah yang memuncak, kuputuskan untuk kembali ke kamar. Untuk
beronani, meredakan ketegangan yang meninggi. Di dalam kamar, kulepaskan
seluruh pakaian yang kukenakan. Lalu tiduran telanjang diatas ranjang
setelah sebelumnya menarik kain selimut untuk menutupi tubuh. Seperti
itulah biasanya aku beronani sambil membayangkan keindahan tubuh dan
menyetubuhi ibu kostku. Hanya, baru saja aku mulai mengelus burungku
yang tegak berdiri tiba-tiba kudengar pintu kamarku yang tak sempat
terkunci dibuka dan seseorang terlihat menerobos masuk ke dalam. “Hayo,
lagi ngocok yah,” suara Dia mengagetkanku. Ternyata yang membuka pintu
dan masuk kekamarku adalah ibu kostku. “Ti,… tidak,” jawabku dan secara
reflek segera kutarik selimut untuk menutupi tubuhku. “Jangan bohong
Tris. Ibu tahu kok kamu sering mengintip ibu saat mandi atau dikamar.
Juga tadi kamu melihati milik ibu saat tidur di sofa kan?” katanya lirih
seperti berbisik.
Ditelanjangi sedemikian rupa aku jadi malu dan menjadi tegang. Takut
kepada kemarahan Dia atas semua ulah yang tidak pantas kulakukan.
Penisku yang tadi tegak menantang kini mengkerut, seiring dengan
kehadiran wanita itu di kamarku dan oleh pernyataanya yang telah
menelanjangiku. Aku membungkam tak dapat bisa bicara. “Sebenarnya ibu
nggak apa-apa kok, Tris. Malah, eee.. ibu bangga ada anak muda yang
mengagumi bentuk tubuh ibu yang sudah tua begini. Kalau mau, sekarang
kamu boleh melihat semuanya milik ibu dari dekat dan kamu boleh
melakukan apa saja. Asal kamu bisa menjaga rahasia serapat-rapatnya,”
ujarnya.
Aku masih belum tahu arah pembicaraan ibu kostku hingga hanya diam
membisu. Tetapi, Dia telah melepas daster yang dikenakannya. Dan dengan
telanjang bulat, setelah sebelumnya mengunci pintu kamar, ia
menghampiriku yang masih terbaring di ranjang. Duduk di tepi ranjang di
sebelahku. Tak urung gairahku kembali terpacu kendati hanya menatapi
ketelanjangan tubuh wanita yang lebih pantas menjadi ibuku itu. “Ayo
Tris, jangan cuma melihati begitu. Tadi kamu sebenarnya ingin memegang
punya aku kan? Ayo lakukan semua yang ingin dilakukan padaku,” suaranya
terdengar berat ketika mengucapkan itu.
Mungkin ia telah bernafsu dan ingin disentuh. Melihat aku tidak
bereaksi, aku kostku akhirnya mengambil insiatif. Tangannya menjulur,
menarik selimut yang menutupi tubuh telanjangku. Batang penisku yang
tegak mengacung diraihnya dan diremasnya dengan gemas. Selanjutnya
mengelus-elusnya perlahan hingga aku menjadi kelabakan oleh
sentuhan-sentuhan lembut tangannya di selangkanganku. Dan sambil
melakukan itu Dia mulai membaringkan tubuhnya di sisiku dalam posisi
berhadapan denganku. Maka buah dadanya yang berukuran besar dan seperti
buah pepaya menggantung berada tepat di dekat wajahku. Aku tetap tidak
bereaksi kendati payudaranya seperti sengaja disorongkan ke wajahku.
Namun ketika ia mulai mengocok penisku dan menimbulkan kenikmatan tak
terkira, keberanianku mulai terbangkitkan. Payudaranya mulai kujadikan
sasaran sentuhan dan remasan tanganku. Buah dadanya sudah tidak kencang
memang, tetapi karena ukurannya yang tergolong besar masih membuatku
bernafsu untuk meremas-remasnya. Puas meremas-remas, aku mulai menjilati
pentilnya secara bergantian dan dilanjutkan dengan mengulumnya dengan
mulutku.
Rupanya tindakanku itu membuat gairah Dia menjadi naik. Ia mulai
mengerang dan kian mengaktifkan sentuhan-sentuhannya di di alat
kelaminku.
“Ya Tris, begitu. Ah,.. ah enak. Uh,.. uh..terus terus sedot saja. Ya,..
ya. sshh…ssh.. akhhh”. Dengan mulut masih mengenyoti susu Dia secara
bergantian kiri dan kanan, tanganku mulai menyelusur ke bawah. Ke
perutnya, lalu turun ke pusarnya dan akhirnya kutemukan busungan
membukit di selangkangannya. Kemaluan yang hanya sedikit di tumbuhi
rambut itu terasa hangat ketika aku mulai mengusapnya. Rupanya itu
merupakan wilayah yang sangat peka bagi seorang wanita. Maka ketika aku
mulai mengusap dan meremas-remas gemas, Dia mulai menggelinjang. Kakinya
dibukanya lebar-lebar memberi keleluasaan padaku untuk melakukan segala
yang yang kuiinginkan. Terlebih ketika jari telunjukku mulai menerobos
ke celahnya. Lubang vaginanya ternyata tak cuma hangat. Tetapi telah
basah oleh cairan yang aku yakin bukan oleh air kencingnya. Aku jadi
makin bernafsu untuk mencolok-coloknya. Tidak hanya satu jari yang masuk
tetapi jari tengahkupun ikut bicara. Ikut menerobos masuk ke lubang
kenikmatan aku kostku. Mengocok dan terus mengocoknya hingga lubang
vaginanya kian becek akibat banyaknya cairan yang keluar. Ia juga
menggelinjang-gelinjang sambil terus mendesah. “Ah,.. ah.. ah aku tidak
kuat lagi Tris. Ayo sekarang kamu naik ke tubuh aku,” bisiknya akhirnya.
Rupanya ia sudah tidak tahan akibat kemaluannya terus diterobos oleh dua
jariku. Maka tubuhku ditarik dan menindihnya. Dasar belum punya
pengalaman sedikitpun dengan wanita. Kendati telah menindihnya, penisku
tak kunjung dapat menerobos lubang kenikmatan aku kostku. Untung Dia
cukup telaten. Dibimbingnya penisku dan diarahkannya tepat di lubang
vaginanya.
“Sudah, dorong masuk tetapi pelan-pelan. Soalnya aku sudah lama
melakukan seperti ini,” bisiknya di telingaku. Bleessss! Sekali sentak
amblas penisku masuk ke lubang kenikmatan aku kostku. Aku memang tidak
mengindahkan permintaannya yang memintaku untuk memasukannya perlahan.
Mungkin karena tidak berpengalaman dan sudah terlanjur naik ke ubun-ubun
gairah yang kurasakan. Hingga ia sempat vaginaik saat penisku menancap
di lubang vaginanya. “Auuu, ..ah.ah.. pe..pelan-pelan Tris, shhh….ssh
..ah..ah,”
“Ma,… ma.. maaf bu,” “Iya,.iya. Be,.. besar sekali punya kamu ya Tris,”
“Punyamu juga besar dan enak,” kataku sambil terus meremasi kedua payudaranya.
Namun baru beberapa saat aku mulai memaju mundurkan penisku ke lubang
vaginanya, desah nafasnya kian keras kudengar. Tubuhnya terus
menggelinjang dan mulai menggoyang-goyangkan pantatnya. Akibatnya baru
beberapa menit permainan berlangsung aku sudah tak tahan. Betapa tidak,
penisku yang berada di liang vaginanya terasa dijepit oleh
dinding-dinding kemaluannya. Bahkan terasa seperti disedot dan
diremas-remas.
“Aduh,.. ah.. aku tidak tahan. Ah,..ah…ah..aaaaaahhh,” Aku terkapar di
atas tubuhnya setelah menyemprotkan cukup banyak air mani di liang
sanggamanya. Indah dan melayang tinggi perasaanku saat segalanya
terjadi. Dan cukup lama aku menindihnya yang memelukku erat setelah
pengalaman persetubuhan pertamaku itu. “Maaf bu cepat sekali punya saya
keluar. Jadinya cuma ngotorin” “Tidak apa-apa Tris. Kamu baru kali ini
ya melakukannya? Nanti juga bisa tahan lebih lama” katanya setelah aku
terbaring di sisinya sambil menenangkan gemuruh di dadaku yang mulai
mereda.
Dan dengan lembut dia membersihkan air mani yang berleleran di penisku
dan vaginanya dengan daster yang tadi dikenakannya. “Sebentar aku bikin
kopi dulu ya, biar kamu semangat lagi,” Dia keluar dari kamarku sambil
membawa dasternya yang telah kotor. Rupanya ia menyempatkan ke kamar
mandi, karena kudengar ia menyiram dan membasuh tubuhnya. Cukup lama ia
melakukan itu di kamar mandi. Baru ia kembali ke kamarku dengan membawa
segelas besar kopi panas kesukaanku yang dibuatnya. Ia mengenakan kain
panjang yang dililitkan sebatas dadanya. Namun satu-satunya pembungkus
tubuhnya itu langsung dilepaskannya setelah menaruh gelas kopi dan
mengunci kembali pintu kamarku. “Kopinya saya minum dulu ya bu,” “Oh ya,
ya. Silahkan diminum nanti keburu dingin,” Menyeruput beberapa tegukan
kopi panas buatannya membuatku kembali bergairah. Aku menyempatkan diri
mencuci rudalku di kamar mandi. Kendati tadi sudah dibersihkan olehnya,
tetapi rasanya kurang bersih dan agak kaku. Mungkin karena sperma yang
mengering.
Ketika aku kembali ke kamar, Dia langsung menggenggam penisku yang masih
layu. Mungkin ia sudah ingin gairahnya tertuntaskan dan bermaksud
membangkitkan kejantananku dengan mengelus dan meremas-remasnya. Tetapi
dengan halus kutepis tangannya. “Aku telentang saja,..,” kataku.
Dia naik atas ranjang dan aku segera menyusulnya. Ia yang telah tiduran
dengan posisi mengangkang, kudekati bagian bawah tubuhnya tepat di
antara kedua pahanya. Ah, liang sanggamanya sudah banyak kerutan
terutama di bagian bibir kemaluannya. Warnanya coklat kehitaman. Bahkan
ada bagian dagingnya yang menggelambir keluar. Ia mencoba menutupi
kemaluannya dengan tangannya. Mungkin ia malu bagian paling rahasia
miliknya dipelototi begitu. Tetapi segera kusingkirkan tangannya. Dan
ketika tanganku mulai melakukan sentuhan di sana, ia mandah saja. Bahkan
saat telunjuk jari tanganku mulai mencoloknya, ia mendesah. Tak puas
hanya memasukkan satu jari, jari tengahku menyusul masuk mencoloknya.
Dan aku mulai mengkorek-koreknya dengan mengeluar-masukkan kedua jariku
itu. Akibatnya ia menggelinjang dan mendesah.
Kedua jariku semakin basah oleh cairan vaginanya. Baunya sangat khas,
entah mirip bau apa, sulit kucarikan padanannya. Hanya yang pasti, bau
vaginanya tidak membuatku jijik. Hidungku semakin kudekatkan untuk lebih
membauinya. Tetapi ketika lidahku mulai kugunakan untuk menyapu bagian
luar bibir vaginanya ia memberontak. “Hiiii, jangan Tris, ah,.. ah..
jorok ah. Kamu nggak jijik? Shhh,… akhhh… shhh,….shhhh,” Ia mencoba
menolakkan kepalaku menjauhkan mulutku dari lubang nikmatnya. Aku tetap
nekad, mulut dan lidahku tambah liar menggeremusi dengan gemas liang
sanggamanya itu. Hingga ia kian menggelepar dan menggelinjang. Mulutnya
mendesis seperti orang kepedasan. Mulut dan lidahku yang meliar ke
bagian dalam vaginanya menimbulkan sensasi tersendiri. Berkali-kali ia
mengangkat pantatnya dan membuat lidah dan mulutku semakin menekan dan
menekan ke kedalamannya. Ludahku yang bercampur dengan cairan vaginanya
menjadikan lubang nikmatnya terasa sangat basah. Tetapi, ketika lidahku
mulai melakukan sapuan ke lubang duburnya dengan cara mengangkat sedikit
pantatnya, ia kembali berontak. “Apa-apaan ini, hiii,.. jangan ah
kotor. Uhhh… ahhh… shhh.. shh,”
Aku sering melihat film BF, saat wanita dijilati lubang anusnya, ia
tambah menggelinjang dan merintih. Berarti lubang dubur sangat peka oleh
sentuhan. Dan memang terbukti, Dia tambah merintih dan mengerang. Hanya
baru beberapa saat sapuan kulakukan, tubuhnya telah mengejang. Kedua
pahanya menjepit kencang kepalaku disusul dengan mengejutnya dubur dan
lubang vaginanya. “Ohhh, aku sudah enak Tris. Kamu sih menjilat-jilat di
situ. Kamu sudah sering ya melakukan dengan wanita,” “Tidak bu,” “Kok
kamu tahu yang seperti itu,” “Saya hanya ikut-ikutan adegan film BF”
Ujarku. ” Bapaknya Titi (panggilan Nastiti, anaknya) sih jangankan
menjilat dubur. Menjilati vagina aku saja tidak pernah,” katanya.
Kubiarkan ia sesaat meredakan nafasnya yang memburu. Lalu aku mulai
menindih tubuhnya ketika ia menyatakan siap untuk melakukan permainan
berikutnya. penisku mulai naik-turun keluar-masuk dari liang
sanggamanya. Bunyinya sangat khas dan membuatku tambah bergairah.
Sementara tanganku tak henti-hentinya meremasi susu-susunya. Pentil
susunya yang besar dan mengeras kusedot-sedot dengan mulutku. Itu
membuatnya keenakan dan kembali mendesah. Ia tak mau kalah. Pinggulnya
mulai digoyang. Pantat besarnya dijadikan landasan untuk menggoyang.
Jadilah benda bulat panjang milikku yang berada di dalamnya mulai
merasakan nikmat oleh gesekan dinding vaginanya. Goyangan pinggul dan
naik-turunnya tubuhku di bagian bawah sepertinya seirama. Terasa syuur,
dan ah, nikmat. Tak lupa, sesekali bibirnya kucium. Ia membalasnya lebih
hangat. Lidahku disedotnya nikmat. Jadilah kami bak sepasang kekasih
yang tengah meluahkan gairah. Saling berpacu dan saling memberi
kenikmatan. Aku tak peduli lagi bahwa yang tengah kusetubuhi adalah ibu
kostku. Wanita yang jauh lebih tua usianya dan selama ini kuhormati
karena penampilannya yang selalu nampak santun. Tak kusangka ia
menyimpan bara yang siap melelehkan. Liang nikmat Dia mulai
berdenyut-denyut kembali. Mungkin ia akan kembali orgasme seperti yang
juga tengah kurasakan. Goyangan pinggulnya semakin kencang tetapi tidak
teratur. Maka sodokan penisku ke lubang nikmatnya semakin garang.
Menghujam dan kian menghujam seolah hendak membelah bagian bawah
tubuhnya.
Puncaknya, ketika Dia mulai merintih dan kian mendesah, tanganku mulai
menyelinap ke pinggulnya dan menyelusup ke pantatnya. Di sana aku
meremas dan mencari celah agar dapat menyentuh duburnya. Dan setelah
terpegang, jari telunjukku mencolek-colek lubang anusnya. Akibatnya
matanya seperti membelalak dan hanya menampakkan warna putihnya.
Dirangsang di dua lubangnya sekaligus membuatnya seperti cacing
kepanasan. Maka ketika tubuhnya semakin mengejang, dan tubuhku
dipeluknya erat. Jari telunjukku kupaksa masuk ke lubang duburnya.
Sedang penisku kubenamkan sekuatnya di vaginanya. Jadilah pertahanan
wanita itu ambrol, vaginanya kian berdenyut dan menjepit sementara
erangannya semakin kencang dan bahkan vaginaik. Sedang dari rudalku,
menyembur sebanyak-sebanyaknya sperma ke lubang nikmatnya. Karena
banyaknya sperma yang mengguyur, kurasakan ada yang meleleh keluar dari
mulut kemaluannya yang masih terterobos oleh penisku. “Ah, aku puas
sekali Tris. Baru kali ini aku merasakan yang seperti ini,” katanya.
Kami masih terkapar di ranjang. Ada rasa ngilu dan tulang-tulangku
seperti dilolosi. Tetapi sangat nikmat. Ada tiga ronde permainan yang
kulakukan malam itu. Dia mengaku sangat kecapaian ketika aku memintanya
kembali. Menjelang subuh, ia pamit untuk kembali ke kamarnya. “Kalau
kamu suka, aku siap melakukannya setiap waktu. Tetapi tolong jaga
erat-erat rahasia kita ini,” ujarnya berpesan. Aku mengangguk setuju.
Bahkan sebelum keluar dari kamarku ia kuhadiahi ciuman panjang. Pantat
besarnya kuremas-remas gemas dan nyaris punyaku bangkit kembali. “Sudah
ah, besok malam bisa kita sambung lagi. Kamu Tris, besok harus kuliah
kan,” katanya. Bergegas ia menyelinap keluar dari kamarku. Takut dengan
gairahnya yang kembali terpancing. Perselingkuhanku dengannya terus
berlangsung. Di setiap kesempatan, kalau tidak aku yang mengajaknya, ia
yang mengambil insiatif. Bahkan di siang hari, kalau aku lagi ngebet,
sengaja bolos dari kampus. Mampir ke warungnya dan memberi kode, lalu ia
akan pulang menyempatkan melayaniku di kamarku atau di kamarnya. Ia
memang tergolong wanita panas yang terpicu hasrat seksualnya.
Seperti siang itu, karena hanya ada satu mata kuliah, aku pulang agak
siang dari kampus. Aku langsung ke warung untuk makan siang dan
bermaksud memberi kode pada ibu kostku. Tetapi ia tidak di sana. ” Ibu
baru saja pulang, mungkin untuk istirahat,” kata Yu Narsih, pembantunya
yang ada menunggu warung melayani pembeli. Jarak antara warung dengan
rumah memang dekat tak lebih dari 50 meter. Maka setelah menyantap makan
siangku, aku langsung ngabur ke rumah. Dia tidak sedang tidur seperti
yang kusangka. Ia sedang melipati pakaian yang telah diambilnya dari
jemuran duduk di ruang tengah. Maka dasar sudah horny, kudekati ia dan
kupeluk dari belakang.
“Kuliahnya bebas Tris,” katanya. “Cuma satu mata kuliah kok,” jawabku.
Ia berkeringat, mungkin karena kesibukannya melayani pembeli sejak pagi.
Baunya khas, bau wanita dewasa. Tetapi tidak mengurangi gairahku untuk
memesrainya. Ia mulai menggelinjang ketika tanganku menyelusup ke balik
dasternya dan mencari gundukan buah dadanya. Kuremas-remas susunya dan
kupilin putingnya.
Aku jadi gemas karena ia tak bereaksi. Tetapi melanjutkan pekerjaanya
memberesi pakaian-pakaian yang telah dicucinya. Maka sambil menciumi
lehernya, tanganku terus merayap dan merayap sampai kutemukan vaginanya
yang masih tertutup CD. Baru ketika hendak kutarik CD nya ia berontak.
“Kamu pengin Tris?,” “Iya. Habis vaginanya enak sih,” kataku. Celana
dalamnya berhasil kulepaskan tanpa membuka dasternya. Sebenarnya ia
mengajakku untuk main di kamarnya. Tetapi kutolak, aku ingin ia
melayaniku di sofa. Apalagi Nastiti tengah camping di sekolahnya sejak
dua hari lalu. Jadi aku tidak perlu takut ketahuan anak gadisnya itu.
Dan lagi aku cuma butuh pelepasan hajat secara singkat karena harus
menyelesaikan makalah yang harus jadi besok pagi. Kalau main di kamar,
pasti akan memakan waktu lama karena Dia pasti tak mau cuma kusetubuhi
sebentar.
Jadilah setelah sebentar menjilati vaginanya dan meremasi susunya, hanya
dengan menyingkap dasternya aku mulai menyetubuhinya. Dengan posisi
duduk di sofa ia kangkangkan kakinya hingga memudahkanku memasukkan
penis ke liang nikmatnya. Kugenjot pelan lalu mulai cepat, karena
nafsuku memang sudah naik ke ubun-ubun.
Namun pada saat aku memuncratkan sperma ke lubang vaginanya, samar-samar
kulihat seseorang melihati perbuatan kami. Ia adalah Yu Narsih,
pembantu aku. Kulihat ia mengintip dari balik gorden di pintu dekat
kamar mandi. Rupanya ia masuk dari pintu belakang rumah yang memang
tidak terkunci. Aku langsung berdiri dan melangkah ke arah dapur. “Dasar
anak muda, kalau lagi ada mau nggak sabaran,” katanya tersenyum melihat
tingkahku. Dibersihkannya sperma yang berleleran di sekitar kemaluannya
dengan daster yang dikenakannya. Ia tidak tahu bahwa sebenarnya aku
tengah mencoba mengejar Yu Narsih yang langsung menyelinap keluar
setelah perbuatanku dengan ibu kostku. Aku jadi panik, takut Yu Narsih
akan menceritakan peristiwa yang dilihatnya kepada para tetangga.
Kuputuskan untuk tidak menceritakan padanya ihwal Yu Narsih. Biarlah
akan kucoba meredamnya, pikirku.
Selepas sore kutemui Yu Narsih di rumahnya. Jarak rumah Yu Narsih hanya
sekitar 500 meter.
Terpencil di tepi sawah. Aku memang sering main ke rumahnya dan kenal baik dengan suaminya, Kang Sarjo yang berprofesi sebagai tukang becak. Wanita berusia sekitar 35 tahun dan berkulit agak gelap itu, cukup kaget ketika aku datang. “Kang Sarjo mana Yu?” “Oh, baru saja berangkat narik. Ada perlu dengan dia?” Plong, lega rasa hatiku. Aku memang ragu, takut permasalahan yang ingin kusampaikan ke Yu Narsih di dengar suaminya. Aku dipersilahkannya duduk di balai, satu-satunya perabotan yang ada di ruang tamu rumah berdinding pagar itu. Yu Narsih pun duduk menyebelahiku. “Tidak. Aku malah perlu sama Yu Narsih kok,” kataku.
Dengan pelan kusampaikan maksud kedatanganku. Aku meminta Yu Narsih
tidak menceritakan apa yang dilihatnya siang tadi kepada orang-orang.
Kasihan ibu kostku akan jadi bahan gunjingan orang. Dan sejauh ini Dia
tidak tahu kalau Yu Narsih sebenarnya telah memergoki perbuatan itu
hingga aku memintanya pula untuk tidak menegur ibu kostku. Ia cuma
terdiam membisu sampai aku menyelesaikan semua yang ingin kusampaikan.
“Ah, saya ndak apa-apa kok Mas Tris. Saya malah yang minta maaf, tadi
nyelonong masuk,” ujarnya. “Tetapi saya tidak enak sama Yu Narsih. Yu
Narsih jangan cerita sama siapa-siapa ya,” kataku lebih menegaskan.
Seperti menghiba saat aku menyampaikan itu. “Iya mas. Masak saya
menjelek-jelekkan Mas Tris dan ibu sih,”
Mendengar kesungguhan dan ketulusannya itu aku merasakan beban berat
yang tadi menindihku berkurang. Akupun langsung pamit pulang. Sejak itu
aku dengan tenang dapat memuasi ibu kostku. Aku tinggal di rumah ibu
kostku sampai lulus kuliah dan telah memperoleh pekerjaan. Bahkan, saat
ini saya tengah dalam persiapan perkawinan dengan Nastiti, putri tunggal
ibu kostku, entah apa jadinya nanti,…. Apakah Dia akan tetap meminta
layananku bila aku telah menjadi menantunya ?
0 Komentar